Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pembahasan RUU Cipta Kerja - RDPU Baleg Omnibus Law Cipta Kerja dengan Bambang Kesowo, SH, L.LM dan Prof. Dr. Satya Arinanto, SH, M.H

Tanggal Rapat: 29 Apr 2020, Ditulis Tanggal: 29 Apr 2020,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Prof. Dr. Satya Arinanto, SH, M.H

Pada 29 April 2020, Baleg DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Omnibus Law Cipta Kerja dengan Bambang Kesowo, SH, L.LM dan Prof. Dr. Satya Arinanto, SH, M.H tentang pembahasan RUU Cipta Kerja. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Willy Aditya dari Fraksi Nasdem dapil Jawa Timur 11 pada pukul 13:10 WIB.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Bambang Kesowo, S.H, L.Lm
  • Jika dikaitkan dengan UU Ciptaker apakah seperti ini saja diikuti sebagai ketentuan UU, lalu bagaimana caranya kita mewujudkan tatanan peraturan UU yabg jelas seperti yang sudah diberikan patokannya, atau mau kita luweskan. Jika dilihat dari sisi UU No. 12/17 dan UU 15/19 ini betul-betul harus diperhatikan. Jika sudah nanti ramai di dalam antar fraksi tabrakan, beritanya pasti ramai. Jika beritanya ramai, pasti di luar juga ikut ramai.
  • Kebijakan politik penciptaan lapangan pekerjaan melalui penyederhanaan perizinan, kemudahan, berusaha, percepatan investasi, perolehan lahan dan proyek2 pemerintah, dan mungkin dulu belum sadar jika menggunakan lamgkah Omnibus. Materi tersebut justru lebih menampilkan esensi Omnibus sebagai metode. Intinya adalah akses informasi keuangan, akses diberikan kepada Dirjen Pajak atau fokus terhadap semua informasi keuangan secara cross broder di semua lingkungan lembaga keuangan dan jasa keuangan seperti perbankan syariah dan pasar modal.
  • Butuh kewaspadaan dan jauhi sikap menggampangkan dan terlalu menyederhanakan semuanya. Banyak yang khawatir dan jangkauan elaborasinya kurang terukur.
  • Satu kebijakan politik untuk tidak mengkriminalkan beberapa jenis tindakan perbuatan yang dalam peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya sudah diklasifikasikan secara jelas.
  • Omnibus itu bukan suatu metode, bukan law, atau bukan action, atau bahkan bukan pula langkah kodifikasi dan kompilasi, melainkan Omnibus itu merangkai/menyatukan.
  • RUU Ciptaker mempunyai 15 Bab dan 174 Pasal. Pekerjaan DPR sangat berat karena harus membuat DIM, masalah-masalah untuk dijadikan DIM dihitung sekitar 1.253 yng akan menjadi titik bahasan.
  • Jangan sampai benturan paham terkait praktik tentang pembentukan peraturan perUU yang selama ini dikenal bertabrakan dengan elaborasi yang ada, jika dilihat dari sisi UU 12/2011 juntco UU 15/2019 harus betul-betul diwaspadai.
  • Problem yang dihadapi adalah kemampuan penyesuaian tujuan yang baik dengan bentuk dan teknik penuangan materi yang sesuai dengan ketentuan UU 12/2011 juntco 15/2019 tentang Pembentukan PerUU.
  • Problema Pasal 170 yang menjadi perdebatan terkait dengan kewenangan Pemerintah Pusat untuk mengubah UU dengan menggunakan PP sering dikritik yang katanya kembali pada masa otoriter.
  • Bunyi dari Pasal 170 dan letak permasalahan Pasal 170, untuk ayat 1, "Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta lapangan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berdasarkan UU ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam UU ini dan/atau mengubah ketentuan dalam UU yang tidak diubah dalam UU ini", Pasal 2, " Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah", dan Pasal 3, " Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia" jadi memang dari awal tidak terlihat adanya salah ketik, dan dari awal memang terlihat salah konsepsi.
  • Jika kita mau berpegang pada tujuan yang baik kita buat saja UU Ciptaker dengan isi kemudahan pekerjaan. Sedangkan kebutuhan perubahan itu dituangkan ke perubahan UU yang bersangkutan.

Prof. Dr. Satya Arinanto, SH, M.H
  • Sejarah gagasan pembaharuan hukum, masalah pembaharuan hukum bukan masalah yang baru di negeri kita. Pada tahun 1947, dalam Pidato Dies di Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Supomo mengemukakan tentang kebutuhan suatu tata hukum yang kualitasnya sejajar dengan tata hukum dari negara-negara maju, suatu kesatuan hukum sipil untuk semua golongan warga negara dan suatu sistem hukum yang mencakup segala aliran pemikiran modern di dunia. Prof. Supomo menyatakan bahwa suatu susunan ekonomi baru, cita-cita industrialisasi dan hubungan-hubungan dengan luar negeri akan menuntut pembentukan hukum sipil yang sesuai dengan negara-negara maju.
  • Pendapat dari Mr.Suwandi dalam ceramahnya tahun 1955, menyatakan bahwa kita tidak dapat mengelak dari kewajiban untuk menciptakan sendiri hukum nasional, sebagai bangsa yang memegang kehormatan diri, kita tidak dapat hanya meneruskan tata hukum warisan dari masa lampau saja yang dasar-dasarnya sudah sudah sama sekali berubah dari zaman hidup kita sekarang.
  • Elemen-elemen sistem hukum menurut Lawrence Meir Friedman; Dalam bukunya yang berjudul American Law: An Introduction, Lawrence Meir Friedman mengemukakan bahwa sistem hukum Amerika Serikat meliputi elemen-elemen sebagai berikut: (1) Structure (Tatanan/Kelembagaan), (2) Substance (Materi Hukum), (3) Legal Culture (Budaya Hukum) dan (4) Impact. Dalam realitanya, elemen-elemen sistem hukum sebagaimana dikemukakan Friedman ini juga mempengaruhi para pemikir Indonesia dalam menyusun elemen-elemen atau unsur-unsur sistem hukum Indonesia, sebagaimana terlihat dalam unsur-unsur sistem hukum menurut pandangan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
  • Omnibus Law sebagai suatu metode dalam proses penyusunan PPUU bukanlah hal yang baru. Menurut pengamatan Prof. Dr. Satya Arinanto, penggunaan Omnibus Law sebagai suatu metode dalam penyusunan berbagai PPUU di Indonesia bukanlah hal yang baru.
  • Dalam artikel Prof. Dr. Satya Arinanto, yang berjudul "Reviving Omnibus Law: Legal Option for Better Coherence" di The Jakarta Post, 27 November 2019, telah menyebutkan beberapa contoh beberapa peraturan perundang-undangan (PPUU) yang proses penyusunannya menggunakan metode Omnibus Law.
  • Ada Peraturan Perundang-Undangan Hindia Belanda/Kolonial sampai dengan akhir Pelita, yang turut dijadikan acuan; Peraturan Perundang-Undangan Hindia Belanda yang terdapat di dalam Daftar Program Legislasi Nasional yang disusun oleh BPHN Tahun 1990; Dari hasil penelitian tersebut dapat dicatat bahwa sampai dengan tahun 1992 masih ada sejumlah peraturan perundang-undangan Hindia Belanda (lebih kurang 400 peraturan) yang masih berlaku atau belum dicabut dan diganti dengan peraturan perundang-undangan nasional; Sampai akhir pemerintahan Orde lama (tahun 1965) oleh Pemerintah RI telah dikeluarkan 83 peraturan perundang-undangan nasional yang mencabut 199 peraturan perundang-undangan produk pemerintah Hindia Belanda; Pada masa Pelita V (sampai dengan tahun 1992) telah dilaksanakan penelitian dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan Hindia Belanda, untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang sampai sekarang masih berlaku.
  • Proses perancangan, (1) Bersifat tertutup, dan hal ini bertentangan dengan ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, hal ini antara lain terbukti dari naskah resmi yang baru bisa didapatkan setelah naskah RUU tersebut diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR, (2) Dianggap lebih mendukung kepentingan pengusaha, terlihat dari pemberlakuan Kepmenkoperekonomian Nomor 378 Tahun 2019 tentang Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan KADIN untuk konsultasi publik "Omnibus Law" tertanggal 9 Desember 2019 dan (3) Media massa antara lain menyoroti bahwa para pengusaha yang duduk dalam Satgas tersebut sangat berperan dalam proses penyusunan RUU tersebut.
  • Format Pembentukan UU: (1) Berdasarkan ketentuan UU N.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tiap-tiap UU memiliki landasan filosofis, sosiologis dan yuridis masing-masing, (2) Ketiga landasan itu ditetapkan berdasarkan latar belakang proses penyusunan masing-masing UU yang berbeda-beda dan (3) Dengan adanya RUU Omnibus Law, bagaimana keberlakuan ketiga landasan tersebut di UU asli, jika ada beberapa UU yang digabungkan peraturannya.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan